Terendam Banjir Demak — Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terpaksa menghentikan seluruh kegiatan belajar mengajar sejak awal pekan ini. Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut dalam beberapa hari terakhir menyebabkan banjir merendam hampir seluruh area sekolah. Ketinggian air mencapai lebih dari 50 sentimeter di sejumlah ruangan, termasuk ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium komputer.
Kondisi ini tidak hanya mengganggu aktivitas pembelajaran, tetapi juga menimbulkan kerusakan pada berbagai fasilitas penunjang pendidikan. Buku pelajaran, komputer, meja, kursi, hingga instalasi listrik dilaporkan rusak akibat terendam air. Pihak sekolah pun menyatakan belum bisa memastikan kapan kegiatan belajar dapat kembali berjalan normal.

Air Menggenang Sejak Tiga Hari Lalu
Kepala SMPN 3 Bonang, Sutrisno, mengungkapkan bahwa banjir mulai menggenangi sekolah sejak tiga hari lalu akibat hujan lebat yang mengguyur kawasan Demak dan sekitarnya. “Awalnya air hanya setinggi mata kaki, tapi dalam waktu singkat naik hingga selutut. Kami langsung meminta siswa untuk dipulangkan demi keselamatan mereka,” ujarnya saat diwawancarai pada Selasa (20/5).
Menurutnya, air tidak kunjung surut karena drainase di sekitar sekolah tidak mampu menampung debit air yang terus bertambah. Selain itu, lokasi sekolah yang berada di dataran rendah memperparah kondisi banjir setiap kali musim hujan tiba.
“Ini bukan kali pertama kami kebanjiran, tapi ini yang terparah dalam beberapa tahun terakhir,” tambah Sutrisno.
Aktivitas Pembelajaran Dihentikan Sementara
Dengan kondisi lingkungan sekolah yang tidak memungkinkan untuk dipakai, pihak sekolah bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Demak memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan belajar. “Kami sedang menyusun rencana pembelajaran jarak jauh untuk sementara waktu, tetapi tidak semua siswa memiliki akses ke perangkat dan internet,” jelas Sutrisno.
Sebagian guru berinisiatif untuk memberikan tugas melalui grup WhatsApp kelas, namun keterbatasan sinyal dan sarana komunikasi menjadi kendala utama. Banyak siswa yang berasal dari keluarga petani dan nelayan, yang belum tentu memiliki gawai atau koneksi internet stabil.
“Ini menjadi tantangan besar bagi kami. Kami tidak hanya memikirkan keselamatan fisik siswa, tapi juga keberlanjutan proses pendidikan mereka,” tambahnya.

Kerugian Material dan Psikologis
Kerusakan akibat banjir ini ditaksir mencapai puluhan juta rupiah. Laboratorium komputer yang baru direnovasi tahun lalu mengalami kerusakan parah. Beberapa unit komputer tidak bisa dinyalakan lagi karena terendam sepenuhnya. Buku-buku perpustakaan basah dan sebagian besar tidak bisa diselamatkan.
Selain kerugian fisik, banjir ini juga berdampak pada psikologis siswa dan guru. Rina, siswi kelas IX, mengaku sedih karena tidak bisa belajar seperti biasa, apalagi menjelang ujian akhir semester. “Saya khawatir ketinggalan pelajaran, apalagi sebentar lagi ujian. Di rumah juga susah belajar karena nggak ada sinyal,” keluhnya.
Para guru pun mengaku kesulitan menjaga motivasi siswa untuk belajar dari rumah. “Kalau terlalu lama libur, anak-anak bisa kehilangan semangat belajar. Kami khawatir mereka jadi tidak siap menghadapi ujian,” ujar Supriyanto, salah satu guru mata pelajaran IPA.
Harapan Akan Bantuan dan Solusi Jangka Panjang
Pihak sekolah berharap pemerintah daerah segera turun tangan memberikan bantuan, baik berupa logistik maupun fasilitas untuk pembelajaran daring. Selain itu, mereka meminta adanya solusi jangka panjang untuk mencegah banjir serupa terulang setiap tahun.
“Perlu perbaikan drainase dan pembangunan tanggul atau sistem penahan air. Kami juga butuh fasilitas penunjang untuk pembelajaran jarak jauh,” ungkap Sutrisno.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Demak, Nur Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan segera menindaklanjuti kondisi tersebut. “Kami akan berkoordinasi dengan BPBD dan Dinas PU untuk membantu penanganan darurat dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Kami juga sedang mengkaji opsi relokasi sementara atau penggunaan sekolah lain yang tidak terdampak untuk proses belajar siswa SMPN 3 Bonang,” ujarnya.

Banjir, Ancaman Tahunan di Kawasan Rawan
Peristiwa banjir yang menimpa SMPN 3 Bonang bukanlah kejadian pertama yang terjadi di Demak, terutama di wilayah pesisir utara. Setiap musim hujan, kawasan ini kerap dilanda banjir akibat curah hujan tinggi, aliran sungai yang meluap, serta buruknya sistem drainase. Belum lagi, persoalan penurunan muka tanah dan naiknya permukaan laut di kawasan pesisir membuat banjir semakin sulit dikendalikan.
Ahli lingkungan dari Universitas Diponegoro, Dr. Hartono, menyatakan bahwa banjir yang melanda sekolah-sekolah dan pemukiman merupakan sinyal perlunya perencanaan tata ruang yang lebih adaptif terhadap bencana. “Kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan solusi darurat. Harus ada kebijakan jangka panjang yang melibatkan semua sektor, termasuk pendidikan,” katanya.
Penutup
Kondisi yang dialami SMPN 3 Bonang menjadi pengingat penting bahwa infrastruktur pendidikan tidak boleh luput dari perhatian dalam penanganan bencana. Di tengah upaya pemulihan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, sekolah-sekolah yang berada di kawasan rawan bencana harus mendapat perlindungan khusus agar pendidikan tetap bisa berlangsung, meskipun dalam situasi darurat.
Sementara itu, para siswa dan guru hanya bisa berharap air segera surut, dan kehidupan sekolah kembali berjalan seperti sedia kala. Namun mereka sadar, selama belum ada solusi struktural, ancaman serupa akan selalu menghantui di tahun-tahun mendatang.